Gap dan konflik sering terjadi di kehidupan kita. Ntah itu dengan teman atau pun dengan atasan. Tapi ini adalah suatu hal yang sulit aku cerna. Pasalnya aku dapat sms yang begitu sangat mengejutkan. SMS ini dikirim oleh teman yang sama sekali tidak asing bagiku. Dia dekat denganku. Pasalnya kita pernah bekerja dalam satu tim. Dan dia juga seorang pengurus di mana aku harus memenuhi segala kewajibanku sebagai bawahan.
Tujuh belas Agustus, malam harinya aku mengaktifkan HPku yang semalaman aku matiin. Aku kaget setengah mati menerima sms darinya.
"Pak willy pean piket siang. Masak sdh 2 senin gk brgkt pak??!!”
Simple. Tapi langsung menusuk di hati. Bagaimana tidak, aku merasa selalu melaksanakan tugasku. Bahkan kalau boleh jujur, aku kecapean kalau hari senin, pasalnya paginya aku ngajar full. Dari jam pertama sampai jam terakhir. Lalu shalat dan makan—kalau masih ada nasi di dapur—trus langsung piket siang. Menjaga kantor sama pak taufan.
Aku bingung. Aku nggak pernah absen. Ini siapa yang salah? Aku atau dia? Ah… lebih baik intropeksi saja dulu ah dari pada buru-buru su’udzon sama dia. Ah, mungkin karena aku sering telat masuk piket kali yach jadi aku dikirimi sms seperti. Ya ini jadi peringatan buatku untuk lebih rajin.
Lebih rajin? Waduh… gimana nich? Pasalnya aku diburu sama tugas-tugas yang lain. Ya itu tadi. Aku ngajar dari jam pertama sampai jam terakhir. Belum makan dan shalatnya. Bahkan tak jarang aku kelaparan nggak kebagian nasi karena pulang dari sekolah hampir jam satu. Bahkan seringkali lebih. Ini karena orang-orang belum pada pulang saat waktunya pulang. Padahal aku kan yang ngunci pintunya. Masa aku harus mengusir mereka? Atau aku tinggalin mereka tanpa mengunci pintu-pintunya?
Yach… nggak apa-apalah nggak makan juga. Anggap saja lagi tirakat. Bukankah mengosonglan perut itu salah satu tombo ati? (Iya tah…?)
Iya sih, tapi bagaimana kalau emang tenagaku nggak ada blas? Kan juga repot ngajar dan melaksanakan aktifitas lainnya. Waduh…
Atau mungkin dia emang negur aku karena aku sering telat berangkat piket. Tapi masa gitu sih kata-katanya? …. Masak sdh 2 senin gk brgkt pak??!! Bukankah ini menuduh? Ah… biar saja ah. Cape aku dibuatnya. Kayak gini aja dipikirin. Mang ngga ada hal penting lainnya tah?
Ya. Moga saja ini nggak ada apa-apa? Moga saja aku yang salah. Moga saja semuanya baik-baik saja. Toh walau aku dituduh nggak pernah piket. Moga saja cuma hal kecil yang tidak perlu diributkan lagi. Moga saja nggak akan terjadi lagi dikemudian hari (makanya Willy, kamu yang jangan bikin ulah)
Tujuh belas Agustus, malam harinya aku mengaktifkan HPku yang semalaman aku matiin. Aku kaget setengah mati menerima sms darinya.
"Pak willy pean piket siang. Masak sdh 2 senin gk brgkt pak??!!”
Simple. Tapi langsung menusuk di hati. Bagaimana tidak, aku merasa selalu melaksanakan tugasku. Bahkan kalau boleh jujur, aku kecapean kalau hari senin, pasalnya paginya aku ngajar full. Dari jam pertama sampai jam terakhir. Lalu shalat dan makan—kalau masih ada nasi di dapur—trus langsung piket siang. Menjaga kantor sama pak taufan.
Aku bingung. Aku nggak pernah absen. Ini siapa yang salah? Aku atau dia? Ah… lebih baik intropeksi saja dulu ah dari pada buru-buru su’udzon sama dia. Ah, mungkin karena aku sering telat masuk piket kali yach jadi aku dikirimi sms seperti. Ya ini jadi peringatan buatku untuk lebih rajin.
Lebih rajin? Waduh… gimana nich? Pasalnya aku diburu sama tugas-tugas yang lain. Ya itu tadi. Aku ngajar dari jam pertama sampai jam terakhir. Belum makan dan shalatnya. Bahkan tak jarang aku kelaparan nggak kebagian nasi karena pulang dari sekolah hampir jam satu. Bahkan seringkali lebih. Ini karena orang-orang belum pada pulang saat waktunya pulang. Padahal aku kan yang ngunci pintunya. Masa aku harus mengusir mereka? Atau aku tinggalin mereka tanpa mengunci pintu-pintunya?
Yach… nggak apa-apalah nggak makan juga. Anggap saja lagi tirakat. Bukankah mengosonglan perut itu salah satu tombo ati? (Iya tah…?)
Iya sih, tapi bagaimana kalau emang tenagaku nggak ada blas? Kan juga repot ngajar dan melaksanakan aktifitas lainnya. Waduh…
Atau mungkin dia emang negur aku karena aku sering telat berangkat piket. Tapi masa gitu sih kata-katanya? …. Masak sdh 2 senin gk brgkt pak??!! Bukankah ini menuduh? Ah… biar saja ah. Cape aku dibuatnya. Kayak gini aja dipikirin. Mang ngga ada hal penting lainnya tah?
Ya. Moga saja ini nggak ada apa-apa? Moga saja aku yang salah. Moga saja semuanya baik-baik saja. Toh walau aku dituduh nggak pernah piket. Moga saja cuma hal kecil yang tidak perlu diributkan lagi. Moga saja nggak akan terjadi lagi dikemudian hari (makanya Willy, kamu yang jangan bikin ulah)