Hari ini, hari pertama Ajai dan semua santri Almoen menikmati liburan di rumah. Ajai pun berniat mengamalkan nasehat romo kyai untuk tidak menghabiskan waktunya untuk balas dendam karena kurang tidur di pondok. Ia bahkan sudah bangun sejak jam 4 pagi. Ayah dan ibunya bangga melihat anak bujangnya berbeda kelakuannya setelah mondok. Sebelum mondok, orang tua Ajai sering mengeluhkan kelakuan anak semata wayangnya ini. Tidur saat malam telah larut dan bangun saat matahari sudah nongol. Jangankan buat mandi, buku catatan pun asal bawa kalau hari sekolah. Bila hari libur, ia tak kan pernah bangun sebelum adzan dhuhur berkumandang. Pasalnya malamnya begadang hingga subuh menjelang. Praktis shubuhpun ia jamak dengan dhuhur. Namun untungnya ia tetap menjalankan kewajiban orang Islam, Shalat lima waktu. walau masih bolong-bolong. he he he
Namun itu dulu. Dulu saat Ajai belum mondok. Sekarang ia sudah lain. Dulu biskuit sekarang roti. Dulu nylekit sekarang santri. Seperti tampak hari ini, ia sudah bangun setengah jam sebelum shubuh. Mandi adalah hal pertama yang ia lakukan, setelah baca doa bangun tidur tentunya. Kemudian pakaian kokonya ia kenakan dengan penuh semangat. Dan berjingkrak-jingkrak penuh semangat ia menuju masjid yang tak berapa jauh di utara rumahnya. Shalat tahiyyatul masjid 2 rokaat dan tahajud 2 rokaat ia lakukan kemudian. tak berapa lama ia pun menghidupkan speaker, tarhiem 5 menit. Adzan ia kumandangkan. Tak sia-sia ia kursus adzan sama pak Fathoni, Ustadz Ajai di pondok. Ini terbukti banyak warga desa Sumberkotes yang bergegas ke masjid dan iqomah ia lantunkan dengan begitu syahdunya. Ajaipun shalat berjamaah dengan H. Salim sebagi imamnya.
Ayah dan ibunya kaget bukan kepalang dibuatnya. "alhamdulillah...Engkau telah kabulkan doa kami Ya Allah..." bisik ibunya dalam hati saat melihat Ajai bangun pagi dan shalat shubuh. Bahkan bukan cuma itu, Ajai kini sudah pinter adzan dan berani melakukannya di masjid. Ayahnya pun menyetujui perkataan istrinya dengan mengatakan "Bu, anak kita dah berubah ya Bu. padahal baru satu tahun kita pondokkan di Almoen." Bu Aminah, ibu Ajai tersenyum bahagia sebagai respon ucapan suaminya.
Pulang dari masjid, Ajai langsung mengganti sarungnya dengan celana jeans kesayangannya. Dan baju kokonya pun ia ganti dengan kaos biru yang dibelinya saat sambangan terakhir. Ia mengeluarkan Hp-nya dan mengetik cepat serta mengirimkannya ke seseorang di seberang sana.
Dul, dh bgn? bntr lg gw k rmh U. qt jln2 k mlg.bls gpl.
Selesai ia kirim sms itu, Ajai mengeluarkan MX yang baru di beli orang tuanya dua bulan lalu. Ia pun kini tenggelam dalam keasyikan mengelus-elus MXnya dengan kain softfoam yang telah diolesi sampo. Siulan bersenandung pop terdengar dari mulutnya. Burung yang bertengger di pohon samping rumahnya merasa tersaingi. Ia pun terbang melayang. Jauh.
Ketahuannya Kangen Band terdengar dari hp 6600nya. Ada sms masuk. Gundul rupanya membalas smsnya.
Ok, gw tngg d rmh. but gw da krj@n. so, jam 9 z.
###
"Jai, memang kamu dah punya sim?" Tanya Gundul begitu Ajai sudah sampai di rumahnya.
"Ah... gampang itu"
"Tapi kalau ntar ada polisi gimana?"
"Ya kalau ada polisi ya biarin. Masa mau kita usik?"
"Bukan gitu. kamsud saya, jika nanti di jalan kita kena operasi gimana? Soalnya sekarangkan tanggal tua"
"Mang kalau tanggal tua kenapa?" Ajai balik tanya.
"Kalau tanggal tua kan polisi makin buas bin ganas. Suka nyari mangsa. Coz sakunya sudah pada kosong."
"Emangnya kita ini binatang apa? kok mangsa. Aah... udahlah. Serahkan urusan begituan ke aku" tantang Ajai sambil mengibaskan tanganya di depan muka.
Selesai perdebatan kecil itu, Ajai menstater Jupiter MX silvernya yang tadi pagi ia semir habis. suara motornya menderu-deru saat Ajai memutar gas dan menginjak giginya. Memainkan suaranya.
"Siap?" tanyanya.
"Oke.." Si Gundul menjawab sambil memegang pundak Ajai setelah duduk di belakang Ajai.
Brrrrrr... MX pun melaju dengan kecepatan tak normal. Begitulah Ajai kalau mengendarai sepeda motor. Apalagi saat ini ia lagi kangen naik motor. Cos sudah lama tidak mengendarai motor sejak mondok di Almoen, karena di Almoen dilarang naik sepeda motor. Hal ini, kata pengurus dikarenakan pernah ada salah dua santri Almoen yang naik sepeda motor dan kecelakan nabrak pohon saat di belokan kedok Turen. Bahkan, masih kata salah satu pengurus pondok, pernah ada santri yang saat sambangan minjam sepeda motor temannya dan menabrak orang di Pasar Turen dan ia pun berurusan dengan polisi. Ya, begitulah aturan pondok, satu yang melakukan maka semua kena dampaknya.
"Hus... hati-hati coy" teriak Gundul saat motor digeber mendadak oleh Ajai. Gundul hampir saja jatuh kebelakang. secepat kilat tangannya berpegangan pinggang Ajai di depannya.
"Hei... Ngapain kamu pegang-pegang pinggangku Dul?" Ajai kaget pinggangnya jadi sasaran tangan Gundul. "Kalau Indah sih nggak apa-apa megang pundakku. Ini kamu... Ih, Jijai.." Seru Ajai
"Uh... pengennya..." Monyong Gundul membalas cibiran Ajai di depannya.
"Hei Jai, hati-hati di depan ada polisi lho. Biasanya..." sambung Gundul memperingatkan saat mereka mau melewati pohon beringin selatan Gadang.
"Santai, bos..." Balas Ajai, enteng.
15 meter di depan mereka pak polisi menghentikan beberapa pengendara sepeda motor. Tampak dua sejoli berbicara dengan polisi yang ada dekat dengan mobil patroli. Kena tilang. Bapak separuh baya di depan Ajai, menghentikan Vespanya dekat polisi bernama Suyatno. Ajai membaca nama polisi tersebut yang tertera di atas saku sebelah kanannya. Ajai memelankan motornya, siap berhenti. Namun anehnya ia dan pengendara di belakangnya tidak disuruh berhenti oleh polisi tersebut. Tapi diberi aba-aba untuk meneruskan perjalanannya.
Brrrmmm... seketika Ajai memacu motornya mengikuti aba-aba polisi tersebut yang juga diikuti oleh pengendara Yamaha Mio si belakangnya.
"Jai... kok nggak diberhentiin ya kita?" Tanya Gundul heran.
"Nggak tahu." Jawab Ajai. "Tapi kan asyik toh nggak kena tilang?" Ajai melemparkan pertanyaan retoris pada Gundul.
"Mungkin karena motorku baru kali Dul" Sambung Ajai yang dibalas senyuma Gundul.
"Mungkin. Tapi kan biasanya tanggal tua kayak gini polisi tuh cara tambahan income." Gundul nggak berhenti bertanya.
"Sepupuku kemarin katanya juga kena 50.000 padahal cuma nggak ada tutup lubang anginnya saja." sambung Gundul.
"Ah... itu mah polisinya saja yang kebangeten." timpal Ajai.
"Iya tuh... polisinya perlu diberi tindakan tegas. Kayak di Surabaya gitu."
"Emang di Surabaya gimana?" tanya Ajai.
"Dari mana kamu tahu Dul" Tanya Ajai.
"Koran, bo. Koran..." Tandas Gundul bangga. "Makanya baca koran dong..."
"Baca sih baca. Tapi...
"Yang dibaca olah raganya doang....?
"Bukan...
"Apa...?
"Iklan...!!!"
"Ha.... ha... ha....
Mereka tertawa dijalanan. Bberapa pengendara motor dan mobil menengok ke arah mereka. Bahkan penjual koran pun kalah menarik dibanding mereka. Tak terasa Ajai dan Gundul sudah sampai di dekat perempatan Klojen.
"Hei Jai. Pelan." Bisik Gundul.
"Kenapa? Takut?"
"Bukan gitu. Tuh lihat sudah lampu kuning." Gundul menunjuk ke arah lampu lalu lintas yang berada kurang lebih sepuluh meter di depan mereka.
Brrrmmmm... Bukannya menuruti omongan Gundul, Ajai bahkan menambah kecepatan. Secara otomatis motor yang mereka kendarai melesat maju meninggalkan mobil dan motor lainnya yang berhenti dibelakang mereka.
"Woooouuw... Edan kamu Jai" Jerit Gundul sambil memukul pelan punggung Ajai.
"Gimana..? Asyik kan..?" yang dijeritin malah meledek dengan ucapannya.
"Oh iya,Jai. Kamu ngajak aku ke Malang, tepatnya mau ngapain?" tanya Gundul tiba-tiba mengalihkan pembicaraan.
"Nggak ngapa-ngapain. Kita jalan-jalan saja. Ke matos." Ujar Ajai ringan.
"Wualah... Jai Ajai... aku kira mo kencan" sela Gundul kecewa.
"Eh iya, kebetulan aku mau ke Gramedia. Mau beli buku Surat-Surat Cinta" Tukas Gundul kemudian.
Tiba-tiba, lima menit kemudian, motor mereka di hampiri oleh sepeda motor besar dan di atasnya sesosok polisi melambaikan tangan ke arah mereka berdua. Mengisyaratkan agar menepi.
"Jai, polisi" Gumam Gundul ditelinga Ajai. Gemetar.
"Iya. Aku tahu" Ajai menyahut.
"Ada apa Pak?" Ajai bertanya mendahului polisi itu bicara.
"Apa saudara tahu, kenapa saya menyuruh anda untuk berhent?" Tanya polisi itu kemudian.
"Lho... Bapak ini gimana sih Pak? Bukankah tadi saya bertanya kepada bapak? Itu tandanya saya nggak tahu kenapa Bapak menyuruh saya untuk berhenti" Jawab Ajai.
"Maaf, Tadi saudara melanggar rambu-rambu lalu lintas" Polisi itu berbicara tegas.
"Maaf, Pak. Rambu-rambu yang mana? Saya tidak merasa melanggar rambu-rambu yang ada...
"Mohon, diperlihatkan surat-surat kendaraan Anda, Mas?" polisi itu meminta tanpa mengindahkan perkataan Ajai.
"Maaf banget pak, bukannya saya nggak mau menunjukan surat-surat itu, tapi tolong Bapak jelaskan dulu kenapa? Dan rambu-rambu apa yang saya langgar" Ajai menjawab dengan nada tinggi tertahan. Gundul yang duduk di jok belakang turun. khawatir melihat keadaan yang ada.
"Sudah tunjukkan saja surat-suratnya!!" Polisi itu membentak Ajai.
Ajai melihat muka polisi itu. Sekilas membaca nama yang tertera di atas sakunya. Priyanto.
"Pak polisi yang saya hormati, dengan tanpa mengurangi rasa hormat saya dan tanpa ada niatan sedikitpun untuk membantah perintah bapak, tolong beri tahu saya, apa salah saya sehingga bapak memberhentikan saya dan sekarang meminta surat-surat saya?" Ajai berkata tegas dengan disopan-sopankan.
"Baik, Saudara telah melanggar lampu merah!" katanya setengah membentak.
Ajai terpana. Gundul ingat sesuatu.
"Segera perlihatkan STNK dan SIM saudara!!" Lanjut polisi itu melanjutkan tanpa melihat keterkejutan Gundul.
"Pak, Saya tidak melanggarnya!" Sergah Ajai cepat.
"Saya melaju cepat sebelum lampu itu menyala merah" sambungnya.
"Sudah, Jangan banyak omong, cepat perlihatkan surat-suratnya."
"Bapak jangan asal menuduh saya melanggarnya, Pak. Saya tahu persis karena saya yang mengendarai motor. Sebelum lampu itu menyala merah, saya sudah melaju melewatinya, Pak" Tangkis Ajai tidak mau menyerahkan surat-suratnya.
"Sudah, ayo sekarang mas berdua ikut saya saja ke pos sana! Kalau tidak mau menyerahkan surat-suratnya"
"Saya bukan tidak mau, Pak. Tapi, saya memang tidak melanggarnya. Lalu kenapa saya harus menyerahkannya?"
"ATAS NAMA HUKUM, cepat serahkan surat-suratnya. Anda telah menyita waktu saya" Kata Polisi itu marah.
"Bapak juga telah menyita waktu saya. Seharusnya kami sudah sampai di tujuan. Tapi karena bapak menghentikan kami, jadinya kami terlambat sampai di tempat" sanggah Ajai kepada polisi itu.
"Kalau memang bapak mau lihat, Nih, saya perlihatkan..." sambung Ajai sambil mengambil STNK dan SIM dari dompetnya lalu melambaikan keduanya di muka polis tersebut.
Selesai adegan tersebut, Ajai menstater motornya dan menyuruh Gundul naik. Lalu....
Brrrmmm.... brrrmmm..... wussssh.....
Ajai memacu motornya melaju cepat meninggalkan polisi yang terbengong-bengong atas kelakuan kedua anak tersebut.
0 comments:
Post a Comment