Monday, October 19, 2009

Monday, October 19, 2009 | 0 comments
KEMBALI PEDIH

Ughh… Sungguh pedih nan sedih…

Mengapa aku harus bertemu dengannya. Seandainya aku bisa memilih, aku akan memilih tidak bertemu dengannya. And seandainya aku tak bertemu dengannya hatiku nggak akan kembali luka. Luka yang telah lama aku obati. Luka yang telah lama bersemi. Luka yang telah lama aku usahakan bisa berteman dengannya dalam hidup ini. Namun sayang kini aku belum bisa berteman dengannya. Ini terbukti saat aku kembali bertemu dengan salah satu diantara mereka.. Maafkan aku duhai diriku. Kini aku merasa belum mampu untuk memaafkan diriku.

Pedih ini kembali kurasakan saat tanpa sengaja bertemu dengannya. Seorang diantara yang bisa membangkitkan kenangan itu lagi. Oh tidak. Memang dia tak salah. Aku yang salah tapi…

Biarlah aku ceritakan yang bisa membuatku sakit ini pada siapapun. Begini ceritanya:
Aku menyelesaikan tingkat SMAku di sebuah sekolah yang sangat ok. Hampir semua teman sekelasku jadi “orang”. Bahkan hampir semua lulusan sana menjadi hebat. Ada yang melanjutkan ke Al-Azhar Mesir Kairo, Sudan, Yaman, Makkah, Madinah, UGM, UI, dan berbagai perguruan ternama di dalam maupun luar negeri lainnya. Bahkan bila ada yang tidak melanjutkan pun mereka tergolong sukses. Sebut saja beberapa temanku yang setelah menamatkan studinya kini memegang perusahaan ayahnya di rumah. Bengkel mobil. Ada juga yang kini jadi saudagar kain di Bandung. Oh sungguh menakjubkan.
Beda jauh dengan diriku. Setelah lulus, aku mengabdikan diriku di sebuah ma’had yang kyainya menyelamatkanku dari kegagalan studi karena biaya. Aku harus bisa membalas semua jasanya. Pikir dan tekadku saat itu. Aku ingin mengabdikan hidupku di pondok beliau. Sampai dipenghujung usiaku.

Namun Allah mengatakan lain. Di awal libur ramadhan tahun pertamaku, Allah mengujiku dan sekaligus memanggil ayahku tercinta. Aku diminta ibu untuk tidak kembali ke pondok dan menggantikan tugas sang ayah tersayang. Menggarap beberapa petak sawah yang kami miliki. Akupun cuma bisa patuh dan taat karena aku sangat sayang sama ibuku. Aku mencoba belajar bercocok tanam. Mulai dari persiapan bibit, lahan hingga “winih” tertanam aku bisa mengikuti “pelajaran” dengan baik walau di sana sini masih banyak kekurangan yang sering aku lakukan. Di bulan paroh bulan ke dua aku cuma menunggu padi menguning dan memanennya. Namun karena aku nggak tahan dengan tidak adanya kerjaan, maka aku kabur ke Jakarta dan merantau mencari sesuap nasi. Syukur-syukur dapat segepok uang yang bisa aku gunakan untuk membiayai hidup ibu dan menyekolahkan adik yang saat itu lulus SD dan meminta untuk belajar di pesantren namun karena ketiadaan biaya aku janjikan ia akan belajar di pesantren setelah ia menamatkan SMPnya yang ada di dekat rumah.

Di Jakarta aku kerjakan apa yang bisa aku lakukan. Aku ikut teman SDku dulu. Aku pilih ikut berjualan nasi goreng dari pada mengayuh becak karena satu alasan, aku tidak punya cukup tenaga. ( ha ha ha ha… )

Jualan nasi goreng aku lakukan sama dengan teman-teman, mulai jam 19.00 malam sampai jam 04.00 pagi. Ini karena bos kami sangat perhatian sama shalat. Dan kebetulan semua temanku yang bekerja di situ (baik narik becak maupun jualan nasgor) adalah alumni pesantren. Baik yang sampai lulus maupun tidak lulus belajar di pesantrennya. Jadi selain kami mencari uang, juga kami adakan tahlilah, jamaah, dan sebuah majelis taklim. (terima kasih pak wahyono—nama bos saya yang juga adalah kepala RT di complex perumahan Angkat Darat Dewa Kembar—dan teman-temanku anak bangong semua… I miss u all…)

Singkat kisah, aku nggak bisa melanjutkan studiku seperti yang lain. Jangankan ke luar negeri, mau kuliah di dalam negeri pun bahkan ke perguruan yang tak ternamapun aku nggak belum bisa. Karena aku harus menghidupi ibu dan adikku yang juga lagi sekolah di SMP.

Habis panen sawahku, aku putuskan untuk mengambil Ijazah di almamater tercinta. Dan aku cari kerjaan yang bisa menghasilkan uang. Akupun berangkat ke almamater dan mencoba mencari pekerjaan di Surabaya. Namun Allah menggiringku ke sebuah pesantren yang belum pernah terlintas dalam benakku.

Saat aku mencari pekerjaan, ada adik kelasku (farhan, rizal—keduanya dari Surabaya—dan munir yang berasal dari Probolinggo), mereka mengajakku untuk mengajar di pesantren tempat mereka mengbdikan diri. Aku nggak mau. Karena yang aku cari bukan pengbdian. Aku cari uang. Uang untuk menghidupi ibu dan menyekolahkan adikku tersayang. Pondok bukan tempat cari uang. Kalaupun ada tidak seberapa. Uang hanya ada di tempat kerja. Namun bujukan Farhan mengoyak keyakinanku. Ia berhasil membujukku untuk cuma sekedar ikut dan lihat pondokknya dulu.

Saat itu aku benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, hanya takdir Allah yang “berbicara”. Aku tinggal di pondok tersebut sampai sekarang. Di sana aku bisa mengamalkan ilmuku. Juga bisa membantu pendiri dan pengasuh pondok—walau tak seberapa—aku juga bisa mengirim beberapa lembar uang ke rumah. Dan akhirnya di tahun 2006 akupun bisa kuliah. Walau berbekal nekad dan bantuan pak Ardi. Terima kasih banyak Pak Ardi. Engkau begitu banyak membantuku. Dan sampai sekarang belum bisa aku berbuat baik padamu.

Namun sayang di semester 4 aku harus menghentikan sementara kuliahku. Karena aku tahu dan sadar, bentar lagi janjiku harus aku tunaikan. Adikku menghadapi UAN SMPnya. Bentar lagi ia harus lanjut ke SMA. Janjiku harus aku tepati. Aku butuh more money. So, aku ambil cuti kuliah—keputusan yang sebenarnya aku sesalkan akhirnya dan sampai sekarang—guna mengumpulkan uang persiapan biaya adik masuk pondok dan SMA.
Aku berhasil membujuk ibu untuk membawa adik ke Malang. Walau aku sadar ibu kesepian di sana, di rumah tercinta. Tapi ini untuk masa depan. Masa depan adikku. (moga adikku sadar dan mau berjuang untuk hidup dan tujuan hidupnya…). Kini adikku sudah menginjak kelas 2 SMK—dia tidak mau aku sarankan masuk SMA, dia menginginkan SMK, maka apalah dayaku. Ini niatnya. Keinginannya. Aku hanya bisa mendukungnya—di jurusan TKJ di SMK Al-Munawwariyyah.

Tahukah kalian apa yang aku sedihkan? Sering kali aku minder dan sedih bila aku bertemu dengan teman seangakatan yang sudah sukses meraih gelar. Ada Lc, S.Pd.I, S.Sos, S.Fil, dan lainnya. Bahkan ketika reuni aku tak bisa menutupi bahwa aku lemah. Aku menangis hanya karena mendengar cerita yang begitu “wah” dari teman-temanku. Dan kemarin aku bertemu dengan seorang adik kelas. Aku tak menyalahkannya. Sungguh aku sadar dia belum tahu aku. Sehingga terucap beberapa kata yang mengingatkanku pada keadaanku yang masih sangat jauh untuk sukses. “lho, bukannya kamu averose? Dan seharusnya sudah lebih dari sekarangg ini? Masa masih kuliah?

Kamu nggak salah dek. Kamu benar. Ya, inilah aku yang sama sekali belum sukses. Ya, inilah aku yang masih tertinggal jauh. Sangat jauh. semoga aku bisa sukses walau terlambat.

read more

Sunday, October 11, 2009

Sunday, October 11, 2009 | 0 comments
lama sudah ku tinggalkan blog-ku yang setia menjadi tempat curhatku... maafkan aku...

read more

Wednesday, October 7, 2009

Wednesday, October 7, 2009 | 0 comments
Sobat tahukah kamu, apakah arti kata sukses?




Seorang muridku dulu bertanya mengenainya lewat sms. Aku bukan pakar. Aku juga bukan ahli dalam hal ini. Tapi aku tidak mau mengecewakan muridku. Sehingga aku mencoba menjawabnya. Apalagi ia sertakan sebuah kalimat dalam pertanyaannya. Kalimat itu berbunyi “menurut antum” sehingga aku berani menjawabnya karena ini menurut pendapatku.

Sukses adalah sebuah kata yang mempunyai makna berbeda tiap kepala. Sukses menurutku belum tentu sukses menurutnya, juga belum tentu menurutmu. Begitu juga sebaliknya sukses menurutnya belum tentu sukses menurutku. Sukses menurut kamu belum tentu aku setuju. Tapi alangkah baiknya kita saling mengormati kesuksesan tiap orang.
Namun standar umum sukses bagi seseorang bisa diartikan saat ia sudah mempunyai segala yang ia inginkan. Harta ada, jabatan yang diinginkan di tangan, kendaraan mewah bisa dimiliki, wanita cantik bisa ia punyai. Pendek kata seseorang dikatakan sukses bila semua keinginannya tercapai.

Tapi masalahnya, keinginan / nafsu manusia tidak akan pernah ada habisnya. Setelah berhasil mencapai satu keinginan, keinginan lain muncul. Begitu mengejar keinginan berikutnya, bisa jadi ada keinginan-keingina baru yang terus muncul dalam benaknya.

Aku ingin begini.
Aku ingin begitu.
Ini.. ini.. ini.. itu banyak sekali
Semua.. Semua.. Semua.. bisa dikabul hanya dengan kantong ajaib

Lha kok nyanyiannya doraemon…? Ha ha ha…
Terus kapan dong kita suksesnya kalau begitu kalau banyak keinginan muncul dalam diri kita? Ya saat kita bisa menggapai semua keinginan tersebut. Ha ha ha cuape dong….

So, ukurlah kemampuan dan keadaan plus standarkan dengan keimanan kita. Insya Allah kita bisa mengendalikan keinginan-keinginan (nafsu) kita tersebut.

Muridku sms lagi:
“kalau kesuksesan buat seorang remaja gimana ust?”

Waduh.. aku dipanggil ustadz nih… Padahal seingatku, aku ini anak jalanan yang suka kelayaban ke sana ke mari.

Ehm.. kesuksesan bagi seorang remaja? Mungkin saat remaja tersebut berhasil memiliki apa yang ingin ia miliki. Biasanya remaja itu pengen sesuatu yang up to date banget. Baju up to date, celana up to date, lipstick up to date, aksesoris up to date, hp up to date, mobil up to date, style up to date, model rambut up to date, gaul up to date, music up to date, bahkan mungkin bisa nge-date bareng idolanya ha ha ha ha. Dan semuanya. Mungkin itu kali kesuskesan seorang remaja? Bener gak yach?
Tapi keyakinanku yang terdalam kok nggak setuju yach… Aku punya pandangan lain dalam menilai sebuah kesuksesan. Begini, aku merasa sukses bila bisa menjadi yang terbaik dan bermanfaat buat umat (wusssshhh… ngeri ji….) Gimana sobat, setuju gak?
Kok kesannya dipaksain ya? Ya pokoknya terserah sobat semualah menafsiri kata sukses. He he he he

read more

kambing etawa

kambing etawa
kambing gemuk makan fermentasi gedebok

silahkan coba...!!!

Blog Archive

Hidup tak akan memberimu apa-apa kecuali kau memaknai hidup dengan caramu...
 

Express

Seorang kawan yang mendampingi kita pada saat kesulitan lebih baik dari pada seribu
kawan yang mendampingi kita pada saat kebahagiaan.


Berkata benar dapat sangat menyulitkan bahkan beresiko ditolak. Tetapi itulah satu-
satunya pilihan jika kita membangun hubungan yang baik.

Anak lebih membutuhkan bimbingan dan simpati dari pada instruksi.

The Good Father

The Good Father

MoTivE

Bila saat ini kita belum berhasil dan sukses bisa jadi karena kita belum bekerja keras, berfikir cerdas dan beramal dengan benar.


Saat menunda amal sholeh berarti kita sedang menunda kesuksesan dan kebahagian.


Seseorang mulia bukan karena apa yang dimilikinya tapi karena pengorbanannya untuk
memberikan manfaat bagi orang lain.